Saturday, June 8, 2013

Senja Kelabu


Matahari mulai condong ke arah barat ketika ku lihat keluar. Sinarnya yang hangat menerobos masuk melalui jendela di kamarku. Suara angin terdengar lirih, menerbangkan dedaunan yang berguguran. Aku pandangi senyum seseorang yang begitu aku cintai dalam lelapnya. Terus ku pandangi tubuhnya yang terbalut busana pengantin yang indah. Tubuhku tetap kedinginan meskipun jaz pengantin masih lengkap aku kenakan. Bahkan cahaya matahari senja pun tak mampu menghangatkan tubuh ini.

Masih bisa aku tangkap kebahagiaan diraut wajahnya, setelah kita mengikrarkan janji suci pagi tadi. Pertemuanku dengannya berlangsung sangat singkat. Saat SMA dulu kita bertemu dalam sebuah rapat organisasi. Saat itu tidak sengaja kita saling memandang. Tubuhku tak bergeming dan mulutku bagai terkunci ketika mata kita bertemu. Entahlah, selama dua tahun di SMA, aku tidak menyadari kehadirannya di sekolah. Betapa bodohnya diriku sampai tidak mengenal gadis secantik dia. Sampai akhirnya aku beranikan diri untuk menyapanya.

“hai... anak baru ya? Kok aku baru lihat kamu di sekolah ini?” tanyaku ragu-ragu.

“hai... aku bukan cewek populer di seolah ini, jadi wajar kalau kamu baru lihat aku.” Jawabnya. Mendengar suaranya yang merdu di balut dengan senyuman yang begitu manis membuatku semakin tertarik pada gadis ini.

“kamu doni kan, aku tiara, aku sudah tahu banyak tentang kamu. Jadi salam kenal ya...” ucapnya yang membuyarkan lamunanku, bagaimana bisa dia mengenalku sedang aku tak mengenalnya bahkan baru melihatnya.

Sampai akhirnya rapatpun selesai, dan tanpa aku sadari sicantik Tiara telah lenyap dari pandanganku. Tapi wajah itu masih tetap terbayang dan tak mudah aku lupakan.
*****

Esoknya sepulang sekolah, aku temui Tiara. Saat itu dia sedang berjalan di lorong dengan teman-temannya. Seketika tema-temannya berhamburan ketika aku mendekatinya.

“Tiara apa kabar? Ntar malem ada acara nggak?” tanyaku setelah tepat di sampingnya.

“baik... kamu sendiri? Natar malem nggak ada acara, emang kenapa?” jawabnya.

“aku... jauh lebih baik daripada sebelumnya. Kalu gitu, ntar malem aku jemput ya.” Kataku sambil meninggalkannya. Kulihat dia seperti ingin mengatakan sesuatu padaku, tapi tak kuhiraukan dia. Aku tak ingin mendengarnya menolak ajakanku. Setidaknya nanti malam dia tidak ada acara.

Tepat jam tujuh malam aku keluar dari rumah. Tepat didepan sebuah rumah sakit aku menghentikan laju motorku. Ku maki-maki diriku sendiri. Bagaimana aku bisa ke rumah Tiara, alamat rumahnya pun aku belum tahu. Disana aku tanya kesemua teman-teman se sekolah lewat SMS. Teman yang dekat dengannya pun aku telpon. Setelah menunggu cukup lama akhirnya aku dapat alamatnya. Aku kebut motorku karna kebetulan rumahnya tidak jauh dari tempatku berhenti tadi. Sesampainya disana ku lihat tiara sudah berada didepan rumah. Tampak cantik dengan gaun pink yang dikenakannya. Saat aku turun dari motorku, dia langsung mendekatiku dan berkata,

“ayo... langsung aja, sana pamit dulu sama ibu.” Dia pun mengantarkanku ke dalam rumahnya untuk menemui ibunya.

“ibu... kami pamit dulu.” ucapku dengan nada suara yang begitu halus dan begitu sopan sambil aku cium tangannya.

“he’em... hati-hati ya... pulangnya jangan malem-malem, nanti Tiara jadi sakit kalau terlalu malem.” Ucap si ibu. Kitapun langsung keluar rumah. Aku ajak Tiara makan dan kemudian nonton film. Sepanjang jalan kita tertawa bersama, saling bertukar cerita, dan berbagi pengalaman. Meskipun baru mgenenalnya, tapi aku benar-benar merasa nyaman didekatnya.

Singkat kata kita sudah lama saling mengenal, hingga kita akhirnya memutuskan untuk pacaran. Karena saat itu mendekati ujian nasional. Masa pacaran pun hanya kita lalui dengan belajar bersama dan sesekali jalan-jalan untuk refresing. Hingga suatu hari Tiara tidak masuk sekolah. Saat itu sekitar satu bulan menjelang ujian nasional. Saat aku tanya kenapa Tiara tidak masuk sekolah, alasannya kalau dia sedang demam. Tapi, beberapa hari kemudian dia tidak masuk sekolah lagi. Kini alasannya karena sedang berkunjung ke rumah saudara yang sedang hajatan. dan kejadian seperti itu kembali terulang hingga akhirnya satu hari menjelang ujian nasional Tiara tidak masuk sekolah, keesokan harinya pun dia tidak masuk sekolah hingga ujian selesai.

Setelah ujian selesai aku datangi rumahnya, dan ternyata Tiara sudah tidak tinggal di rumah itu. Saat aku tanya tetangganya, ternyata mereka sudah pindah sejak satu bulan yang lalu. Mendengar cerita dari tetanggnya, aku merasa begitu terkejut, sedih, dan sangat kecewa pada Tiara.
*****

Kekecewaanku pada Tiara membuatku menjauh dari duniaku sebelumnya. Belajar dan bekerja keras, itulah yang selama ini aku lakukan. Sekarang sudah sekitar empat tahun sejak kepergiannya. Sekarang aku sudah bekerja disebuah perusahaan jasa Eksport-Import. Tapi, kesibukanku di kantor tidak mampu membuatku melupakan Tiara. Aku hanya ingin mengatahui kenapa dia meninggalkanku begitu saja. Beberapa kali aku bertanya kepada teman-teman sekolahku tentang keberadaan Tiara. Tpi tak ada yang mengatahiunya.

Saat aku sedang bekerja, tiba-tiba suara ponselku berdering.

“hallo Ana... ada apa? kok tumben nelpon siang-siang gini?” tanyaku ditelepon.

“Hallo kak doni... kakak cepet ke Jogja, aku tahu dimana kak Tiara, kemarin aku ketemu dia di desa deket kaki gunung Merapi kak. Kak Tiara sedang sakit sekarang.” Ucapnya dengan tergesa-gesa.

“kamu nggak bercanda kan?” tanyaku ragu.

“benaran kak... cepet kesini..” jawabnya meyakinkan.

“Oke... aku kesana sekarang, kamu SMS alamatnya ya..” pintaku sambil mengambil jaket yang tergantung dikursi. Ku tutup telepon dan aku langsung ke Jogja.

Sesampainya ke alamat yang diberikan Ana kepadaku. Aku dekati rumah itu pelan-pelan. Dan ku ketuk pintu rumah itu hingga akhirnya seseorang membukakannya.

“nak Doni...” berkata lirih orang yang membukakan pintu itu.

“ibu...” ucapku penuh keheranan serta perasaan yang lega. Karena orang yang membuka pintu bukan orang yang asing bagiku. Seorang wanita yang selalu memintaku untuk menjaga Tiara.

“jadi benar ibu tinggal disini. Berarti Tiara juga ada di sini kan bu?” tanyaku. Tapi wanita itu hanya merunduk dan terdiam seolah sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Dan tiba-tiba seseorang keluar untuk melihat siapa tamu yang datang. Tiara... tubuhnya kini lebih kurus, terlihat sangat pucat, dan sangat tidak berdaya.

Aku dipersilahkan untuk duduk. Kami duduk saling berseberangan. Aku pun mengawali pembicaraan.

“selama ini kalian kemana saja. Kenapa nggak bilang kalau mau pindah.” tanyaku. Tapi mereka tetap terdiam. Tiara hanya tertunduk, sedang ibunya hanya menatapku dengan mata berkaca-kaca.

“Ibu... aku masih mencintai Tiara, aku ingin meminangnya untuk jadi istriku bu..” pintaku tegas. Mereka pun terlihat sangat terkejut. Tiara pun mulai memandangku dan berkata.

“tapi aku bukan Tiara yang dulu don... aku lemah sekarang.”

“aku nggak peduli. Aku yang bakal ngerawat kamu sampai kamu sembuh. Aku janji bakal buat kamu bahagia lagi.” Ucapku.

“aku nggak pingin kamu kecewa dan menyesal Don.”

“cukup Tiara! kamu tahu betapa tersiksanya diriku saat kamu pergi.” Ucapku dengan sedikit meninggikan nada suaraku.

Mereka kembali terdiam. Beberapa saat kemudian mereka menatapku. Hingga akhirnya sang Ibu pun akhirnya merestuiku, dengan sebuah syarat untuk menjaga Tiara sekuat tenagaku. Tak lama kemudian setelah mereka berkemas aku ajak mereka ke tempat tinggalku disolo untuk bertemu dengan kedua orang tuaku.
*****

Dua minggu sejak saat itu, tepatnya hari ini. Kami melangsungkan pernikahan. Tiara kini kembali menjadi Tiara yang dulu. Tiara yang ceria dan selalu tegar dalam keadaan apapun. Hari ini aku benar-benar merasakan kebahagiaan yang terindah. Kebahagiaan yang tidak akan pernah aku lupakan.

“pak Doni. Jenazah istri bapak sudah siap dimandikan pak.” Seseorang berkata tepat dibelakangku. Menghancurkan lamunanku tentang sebuah kenangan terindah dalam hidupku.

Aku dekati tubuh istriku yang sedang terlelap. Ku dekap erat tubuhnya hingga tak sadar air mataku membasahi busana pengantinnya. Tubuhnya begitu dingin. Kucium bibirnya yang membiru meski bibir ini terus bergetar menahan isak tangis. Dan kini matahari berada dekat dengan peraduaannya. Burung laut berbondong-bondong terbang berhamburan. Hawa dingin yang terbawa angin membekukan tubuhku hingga tak mampu bergerak lagi. Bersamaan dengan tanah yang menutupi tubuh seseorang yang pernah mengisi hidupku dengan cinta yang tulus. Seseorang yang akan selalu aku kenang dalam hidupku. Tiara... nama indah yang akan aku ingat selamanya.

Baca juga cerpen lainnya :

Kehilangan Adalah takdirku
Cinta Pengantar ke Syurga

No comments:

Post a Comment