Saturday, June 8, 2013

Kehilangan Adalah Takdirku


Aku baru saja masuk ke dalam ruangan. Mataku berkeliling mengamati ruangan yang dicat putih itu. Sangat bersih dan rapih. Disana-sini banyak terpampang poster anatomi tubuh, larangan merokok, dan sebuah patung tengkorak manusia.

“mas Doni... silahkan masuk.” Kata seorang dokter dari balik mejanya.

Ia terlihat memegang sebuah map. Dan aku mengatahui dengan jelas apa isi map itu. Ya... hasil diagnosa adikku yang sedang ia rawat.

“bagaimana dok keadaan Tiara?”tanyaku langsung setelah dipersilahkan duduk.

“menurut diagnosa kami, Tiara dalam keadaan kritis sekarang. Dan...” beberapa saat dokter itu diam dan terlihat ragu-ragu untuk mengatakannya.

“dan apa dok?” tandasku.

“dan kemungkinannya untuk dapat bertahan hidup sangat kecil. Jika sampai tengah malam nanti Tiara belum juga siuman, kami tidak bisa berbuat apa-apa lagi.” Sebuah pernyataan terlontar dari dokter itu. Sebuah pernyataan yang membuatku terdiam dan begitu kebingungan.

Ya…. Ayahku mengidap AIDS. Dan menularkaannya pada ibuku. kemudian pada adikku. Sekarang kedua orang tuaku telah tiada. Dan kini aku akan kehilangan orang yang aku sayangi sekali lagi. Aku memang bukan anak kandung mereka, mereka mengadopsiku setelah kedua orang tua kandungku meninggal. Itulah alasannya kenapa aku tidak tertular penyakit yang telah merenggut nyawa kedua orang tuaku itu.

Aku keluar ruangan dengan penuh kebimbangan. Sekarang yang bisa aku lakukan hanya menyiapkan diri untuk kembali kehilangan orang yang aku sayangi. Kususuri sebuah lorong menuju taman di rumah sakit itu. Disana aku tengguk minuman yang sedari tadi aku pegang. Ku lemparkan pandanganku sejauh mungkin sampai batas cakrawala. Angin berhembus cukup kencang membawa dedaunan berhamburan. Saat pandanganku tertuju pada sebuah ruangan. Ku lihat seorang anak kecil menggendong sebauh tas yang berbentuk boneka panda. Dan itu mengingatkan ku akan keinginan adikku yang belum mampu kuwujudakan. Tiara menginginkan tas berbebentuk panda seperti itu.

Aku langsung menuju ruangan dimana Tiara dirawat. Aku temui bibi dan pamanku yang selama ini membantuku menjaga Tiara.

“paman... aku mau keluar sebentar. Tolong jaga Tiara.” Ucapku sambil tergesa-gesa.

“kamu mau kemana Don?” tanya bibi citra padaku. Tapi ku hiraukan pertanyaan itu. Aku dekati tubuh mungil adiku yang sedang terlelap di pembaringannya.

“Tiara... kakak pergi dulu ya... kakak akan kembali secepatnya. Kakak sayang Tiara.” Kataku sembari ku usap kepalanya dan kucium keningnya sebelum aku pergi.

“paman... bibi... aku pergi dulu, titip tiara ya..” kataku pada paman dan bibiku, dan segera aku tinggalkan rumah sakit itu.

Tempat yang pertama aku datangi adalah sebuah toko yang berada di dalam supermarket didaerah depok. Karena di Daerah itulah pertama kalinya Tiara melihat tas berbentuk boneka panda. Aku pun masih ingat kata-kata adikku saat melihatnya.

“kakak... itu lucu kak. Tiara mau yang bentuk panda itu kak... ayo beliin.” Ucapnya saat itu dengan manjanya. Umurnya yang baru lima tahun, dengan wajah yang manis dan selalu tampak ceria membuatku gemas melihatnya. Saat itu aku tolak permintaannya karena Tiara baru saja dapat hadiah tas dari bibinya. Tapi karena takut Tiara marah padaku, akhirnya aku janjikan akan membelikannya minggu depan. Tapi, tiga hari setelah datang ke supermarket itu, Tiara kembali harus dirawat di rumah sakit.

“mbak... tas yang berbentuk boneka panda itu masih ada?” tanyaku pada penjaga toko itu.

“oh... ma'af mas. Untuk tas yang berbentuk panda kami sedang kehabisan stock.”jawab penjaga toko itu.

Mendengarnya aku langsung keluar dari toko itu dan mencari ke toko yang lain. Sayangnya, semua toko tas juga kehabisan tas berbentuk panda itu. Akhirnya aku bertanya pada salah seorang penjual tas, dimana tempat pembuatan tas seperti itu. Setelah aku dapatkan alamatnya. Aku langsung menuju tempat pembuatan tas boneka tersebut di daerah Bandung. Karena aku tidak mengenal dengan baik daerah ini. Aku kesulitan menemukan tempat itu. Hingga akhirnya aku bertemu dengan seseorang ketika aku sedang beristirahat di sebuah warung di pinggir jalan. Orang itu kebetulan tinggal dekat dengan tempat pembuatan tas itu. Karena hari sudah mulai gelap, aku pun menawarkan untuk mengantarnya pulang sekaligus agar orang itu menunjukkan tempat pembuatan tas boneka yang ia sebutkan di warung.

Sesampainya di tempat itu, aku lihat beberapa pekerja sedang sibuk membuat tas-tas bentuk boneka itu. Tidak terlalu banyak orang yang sedang bekerja disana, mungkin karena hari sudah malam, jadi hanya mereka yanh sedang lembur saja yang ada di tempat itu. Tapi setelah melihat sekeliling ruangan tempat mereka membuat boneka tesebut tidak ku lihat satu pun tas yang berbentuk panda. Hingga akhirnya akupun menemui pemilik pabrik itu.

“permisi pak... saya mau tanya, apa tas yang berbentuk panda sudah tidak di produksi lagi?” tanyaku pada pemilik pabrik.

“em… ma’af mas untuk tas itu, kami sedang kekurangan bahan bakunya. Jadi untuk sementara kami tidak memproduksinya.” Jawab si pemiliik pabrik.

“pak... saya minta tolong... tolong buatkan satu tas yang berbentuk panda pak?”

“ma’af mas kami benar-benar kekurangan bahan.”

“Tolong pak... adik saya sedang sakit. Dan dia sangat menginginkan tas itu... berapapun harganya akan saya bayar pak...” pintaku sambil memohon-mohon pada pemilik pabrik itu. Dan setelah diam cukup lama akhirnya pemilik itu pun mengiyakan permintaanku.

“baiklah... tunggu disini.mungkin sekitar tiga jam lagi baru selesai.”

Beberapa pekerja diminta untuk mengerjakan tas itu. Waktu berjalan begitu lambat. Aku mondar-mandir menanti tas itu. Dua jam telah berlalu. Bentuk boneka panda pun mulai terlihat. Begitu imut, lucu, dan menggemaskan. Saat itu aku baru mengerti kenapa Tiara lebih mimilih panda dari pada binatang lainnya.

Ku lihat jam ditanganku, dan sekarang sudah jam sembilan malam. Itu artinya sudah hampir tiga jam sejak tas itu mulai dibuat.

“ini mas... tasnya. Mungkin tidak sebagus yang biasa kami buat karena waktunya terlalu singkat.” Ucap pemilik pabrik itu mengagetkanku.

“tidak pak... ini sudah cukup. Kalau gitu berapa pak yang harus saya bayar?” tanyaku dengan perasaan yang lega.

“nggak usah mas. Bawa saja... salam buat adikmu, semoga ia cepat sembuh mas.” Ucapnya sambil memberikan tas itu padaku dan sempat pula menepuk bahuku. Ku ucapkan terima kasih tapi kata-kata itu tidak keluar dari mulutku, karena air mata sudah lebih dulu membasahi pipiku.

Aku langsung pergi ke jakarta, ku kebut mobil sedan honda yang biasa ku gunakan saat berjalan-jalan dengan Tiara. Sesampainya di rumah sakit, aku berlari kecil melewati lorong menuju kamar adikku dengan senyum yang menghiasi bibirku. Aku yakin Tiara akan senang milihatnya, dan semoga itu bisa membuatnya tetap bersemangat dalam menjalani hidupnya.

Sesampainya didepan pintu. Aku lihat paman dan bibi berada disamping ranjang Tiara. serta dokter yang ditemani seorang suster yang sepertinya baru saja memeriksa tiara. Saat dokter itu melihat kearahku. Dia hanya menggelengkan kepala dan berkata ma’af. Sangat lirih suara dokter itu sampai akupun tidak begitu jelas mendengarnya.

Aku memahami maksud dari gelengan kepala dan kata ma’af tadi. Tapi segera aku enyahkan pikiran liar di otakku itu. Karena aku yakin Tiara baik-baik saja. Ku lihat bibi Citra tengah menangis dipelukan paman. Saat aku dekati mereka bibi langsung memelukku, hanya menangis dan tidak berkata apapun. Bibi melepaskan pelukannya dan kudekati tubuh adikku yang masih terlelap.

“hai... kakak bawain tas panda ini buat Tiara. Tiara suka kan?” ucapku pada Tiara, sambil ku letakkan tas itu di sampingnya. Aku pegang erat tangan mungilnya. Terasa begitu dingin. Dan kudekap tubuh kecilnya erat-erat. Hingga tak sadar air mata ini kembali menetes, membasahi pipi adikku tersayang.

“Tiara pasti kedinginan... kakak selimuti ya..?” kataku dengan suara yang bergetar. Ku tinggikan selimut yang tadinya hanya sebatas pinggang. Aku tidak mampu mengendalikan tanganku sendiri, hingga selimut itu menutupi seluruh tubuhnya.

Ingin rasanya aku berteriak sekeras mungkin. Ingin aku teriakan di hadapan semua orang, betapa kejamnya hidup ini karena telah mengambil orang-orang yang aku sayangi. Tapi tubuhku hanya diam bagai raga tanpa nyawa. Hanya mampu menangis dan memeluk tubuh adikku yang kini telah pergi untuk selamanya..
*****

Pemakaman adikku dihiasi dengan indahnya matahari yang kembali keperaduaannya. Memberi warna merah pada langit yang biru. Diiringi suara angin yang menggoyangkan dedaunan. Dan seusai pemakaman, aku berikan tas panda itu kepada salah seorang teman dekat Tiara. Seorang anak pemulung yang satu sekolah dengan Tiara. Karena Tiara yang memintaku untuk menyekolahkannya. Dan aku yakin adikku akan bahagia dengan apa yang aku lakukan. Karena dia mengajarkan satu hal padaku. Dengan suara yang penuh semangat dan sedikit menyindir dia pernah berkata padaku.

“kakak lahir lebih dulu tapi kok kalah sama adek... kita semua kan harus saling menyayangi kak. Seperti ayah dan ibu menyayangi kita. Harus saling tolong-menolong dong... Saling memberi pada sesama. Itu namanya berbagi kasih kak... dasar kakak ini...”

Baca juga cerita pendek lainnya:

Senja Kelabu
Cinta Pengantar ke Syurga

No comments:

Post a Comment