Sunday, November 1, 2009

SEJARAH GELORA BUNG KARNO

kusicerdas.blogspot.com


Sumbawanews.com.- Tak pelak lagi bila orang bicara tentang pertandingan sepakbola pasti ingatannya otomatis bertumpu di lapangan sepakbola Senayan. Masyarakat pecinta sepakbola mengenalnya dengan Gelanggang Olah Raga (Gelora) Bung Karno di Senayan.

Mulai beberapa hari berjalan ini nampak menggeliat panitia kampanye di kubu pasangan Capres dan Cawapres dengan nomer undian 1 (satu) ini. Tak lain karena di hari Selasa 30 Juni mendatang ini pasangan Mega Prabowo bakal menggelar kampanye sesuai jadual kampanye pemilu Presiden putaran pertama, dan dipusatkan di Gelora Bung Karno. Lapangan gelora Bung Karno ini kapasitas tempat duduk penontonnya mencapai 100.000 tempat duduk. Belum lagi lingkungan sekitar gelora. Sepertinya tempat duduk ini bakal terisi penuh oleh ragam kalangan yang mendukungnya. Bagi siapapun yang menggunakan gelora Bung Karno pastilah bagaikan sebuah perhelatan prestisius apalagi ranah politik sudah bicara saat kampanye politik bagi kontestan manapun di tanah air, saat menjatuhkan pilihan untuk menggunakan gelora Bung Karno

Apa memang demikian nama besar yang disandang oleh gelora Bung Karno ini.

Tak ayal lagi kita pantas menengok jalannya sejarah Gelora BK ini. Nyatanya, sejarah panjang menyertai proses berdirinya gelora ini. Di awal Februari 1960, tepatnya pada tanggal 8 Februari Presiden pertama Ir Soekarno, (Bung Karno) menancapkan tiang pancang Stadion Utama sebagai pencanangan pembangunan kompleks Asian Games IV, disaksikan wakil perdana menteri Uni Soviet, Anastas Mikoyan.

Pada tahun 1961, tepatnya Juni, selesai pembangunan Stadion Renang berkapasitas 8.000 penonton dengan kolam tanding 50 meter, kolam loncat indah, kolam pemandian dan kolam anak. Desember 1961 Stadion Tennis berkapasitas 5.200 penonton selesai dibangun, diikuti dengan selesainya Stadion Madya dengan kapasitas 20.000 penonton. Bulan Mei 1962, Istana Olahraga berkapasitas 10.000 penonton menyusul selesai dibangun dan kemudian pada Juni 1962 Gedung Bola Basket dengan kapasitas 3.500 penonton juga selesai dikerjakan dengan baik.

Akhirnya, pada 21 Juli 1962, Stadion Utama berkapasitas 100 ribu penonton sempurna dibangun. Ada hal yang memang istimewa bagi Stadion Utama ini. Ciri khas bangunan ini adalah ‘atap temu gelang’ berbentuk oval. Sumbu panjang bangunan (utara-selatan) sepanjang 354 meter, sumbu pendek (timur-barat) sepanjang 325 meter. Stadion ini dikelilingi oleh jalan lingkar luar sepanjang 920 meter. Bagian dalam terdapat lapangan sepakbola berukuran 105 x 70 meter, berikut lintasan berbentuk elips, dengan sumbu panjang 176,1 meter dan sumbu pendek 124,2 meter.

Bahkan di tahun 1962 sebelum Asian Games 1962, gedung TVRI Pusat sebagai stasiun TV pertama di Indonesia selesai dibangun.

Tak hentinya dibangun komplek olahraga di sekelilingnya. Lapangan golf seluas 20 hektar mulai dibangun pada tahun 1968. Kemudian gedung A dan gedung B masing-masing berkapasitas 10.000 penonton selesai dibangun di tahun 1970. Kedua gedung ini direncanakan untuk menjadi gedung olahraga serbaguna.

Gedung A digunakan untuk mengadakan kompetisi untuk olahraga anggar sedangkan gedung B digunakan untuk mengadakan kompetisi senam. Di tahun 1970 pula gedung C berkapasitas 800 penonton selesai dibangun. Di gedung C inilah jasanya besar, melahirkan para pebuku tangkis Indonesia kelas dunia seperti Rudy Hartono, Liem Swie King, Icuk Sugiarto dan Ivana Lie.

Apa yang kemudian terjadi di Era Yayasan Gelanggang Olahraga Senayan.

Pada era Yayasan Gelanggang Olahraga Senayan ini, terjadi banyak penyimpangan sehingga kawasan Geloran Bung Karno yang semula luasnya 279,1 hektar ini telah menyusut hingga tinggal 136,84 hektar ( 49 % ) saja.

Dari jumlah yang 51 % itu, 67,52 hektar atau sekitar 24,2 % dari luas semula digunakan untuk berbagai bangunan pemerintah seperti gedung MPR/DPR, Kantor Departemen Kehutanan, Kantor Departemen Pendidikan Nasional, Gedung TVRI, Graha Pemuda, Kantor Keluragan Gelora, SMU Negeri 24, Puskesmas, dan rumah makan.

Sisanya, yang 26,7 % atau 74,4 hektar disewakan atau dijual untuk berbagai bangunan seperti misalnya kepada Hotel Hilton, kompleks perdagangan Ratu Plaza, Hotel Mulia, Hotel Atlet Century Park (dahulu Wisma Atlet Senayan), Taman Ria Remaja Senayan, Wisma Fairbanks, Plaza Senayan dan berbagai bangunan komersial lainnya.

Kesaksian kini yang bisa dilihat.

Kini kompleks Gelora Bung Karno masih berdiri kukuh dan tegar. Banyak sekali pemecahan rekor nasional, rekor regional dan rekor dunia lahir dari pangkuan kompleks olah raga ini. Tak terhitung piala juara baik beregu dan perorangan lahir dari tanah dan rumput olahraga yang sejak awal indah ditata. Nama harum negara Indonesia ditorehkan dari kompleks olah raga ini, menjulang sebagai sebuah fenomena positif sebuah Negara berkembang yang dimerdekakan 17 Agustus 1945.

Gelora Bung Karno masih tegak dan kukuh. Seolah tak peduli dengan munculnya berbagai bangunan di sekelilingnya. Ada komplek hotel yang mendampinginya, ada wilayah pertokoan komersial yang terletak di dekatnya, serta bangunan dan perkantoran lainnya. Tetap kukuh seperti pada awal dibangunnya gelora Bung Karno itu. Kesan yang kuat masih melekat padanya. Tidak dapat dipungkiri memang, komplek olahraga bagaikan sebuah simbol abadi bagi sebuah pilar ‘national & character building’ atau pembangunan jadi diri bangsa.

Tak heran memang Gelora Bung Karno jadi sebuah magnet nasional. Magnet politik bagi para politisi berkat posisi sentral gelora ini. Dia juga magnet komersial bagi para pengelola usaha di Jakarta ini. Tapi juga gelora Bung Karno adalah magnet bagi lingkungan hidup untuk wilayah Jakarta yang memerlukan daerah hijau dengan resapan airnya. Tida bukan karena Jakarta kini dirasakan makin pengap dengan asap, bising oleh suara kendaraan dan beterbangan debu serta kotoran lingkungan lainnya.

Bila kita menukik kembali dalam rencana pasangan capres & cawapres Mega Prabowo berkampanye 30 Juni 2009 mendatang ini, tentu tak heran kalau tim kampanye nasional Mega Prabowo bersikukuh ingin berkampanye di Gelora Bung Karno ini.

Tema politik utama yang diusungnya adalah Ekonomi Kerakyatan untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia ke depan ini seraya memperkuat dan mengembalikan Jati Diri Bangsa atau National & Character Building sebagai fondasi kukuh sebagai prasaratnya. Kita semua memang sadar bahwa menguak dan menorehkan kembali sebuah harapan adalah sebuah keharusan sejarah. Kemajuan dan perubahan ke depan bagi Indonesia ini sangat penting untuk dikesampingkan begitu saja. Perubahan dan kemajuan adalah mutlak sebagai keperluan dan keharusannya bagi bangsa ini.

Kampanye nasional di Gelora Bung Karno bagi pasangan Mega Prabowo bak sebuah amanat penderitaan rakyat. Bahkan, direncanakan massa umum, kalanagan pendukung setia maupun relawan dari berbagai kalangan sudah menyiapkan diri untuk ‘tidak merusak hijaunya lapangan rumput’ di Gelora Bung Karno. Nampak jelas, kampanye ini adalah sebuah tekad yang dipenuhi dengan keikhlasan. Kampanye di Gelora Bung Karno tidak lain adalah simbolisasi bagi awal perjuangan untuk mengembalikan jati diri bangsa, semangat dan prestasi bangsa serta kemauan untuk bekerja dan berjuang demi perubahan bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Namun, di tengah persiapan teknis untuk kampanye nasional Selasa 30 Juni 2009 mendatang ini, hati kita seolah terusik dengan pemberitaan dewasa ini. Kompas.com 13 Desember 2008 memberitakan perihal khusus yang menyebutkan bahwa Pemerintah menetapkan bahwa pusat bissis dan olahraga Gelora Bung Karno Jakarta sebagai tambahan asset yang dijaminkan dalam penerbitan SUKUK ritel. Seluruh asset di kawasan itu nilainya Rp 52 trilyun, tetapi hanya sekitar Rp 28 trilyun yang bisa digunakan sebagai asset yang dijaminkan untuk penerbitan Sukuk. Pemerintah akan menerbitkan Sukuk ritel pada Februari 2009. Aset yang sudah disiapkan untuk jaminan penerbitan Sukuk ritel adalah seluruh asset bangunan dan tanah Departemen Keuangan di seluruh Indonesia senilai Rp 13,6 trilyun, namun apabila permintaan atas Sukuk itu besar pemerintah menyiapkan asset Gelora Bung Karno senilai Rp 51 trilyun sebagai tambahannya.

No comments:

Post a Comment